Kepala Dinas ESDM menghadiri Rapat Koordinasi Langkah Strategis Kebijakan Pengelolaan Sektor ESDM bersama Asosiasi Pengelola ESDM Provinsi se Indonesia (APESDMPI)

 

Hasil Pembahasan Rapat
A. Rapat dibuka oleh Plh. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah (Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah) Bapak Heru Sugiharto, S.T, M.T. Rapat ini bertujuan dalam rangka
koordinasi mengenai langkah strategis kebijakan untuk pengelolaan sektor ESDM. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah menyampaikan bahwa pertemuan ini sebagai langkah
untuk saling berkoordinasi, berkomunikasi dan bersinergi agar pengelolaan di sektor ESDM lebih baik dari sebelumnya dan bersama – sama untuk mencari solusi atas
permasalahan dalam pengelolaan sektor ESDM serta peningkatan peran dan eksistensi dari Dinas ESDM. Diharapkan dari pertemuan ini adanya saran dan masukan ke Pemerintah Pusat dalam merumuskan kebijakan di sektor ESDM

B. Pokok pembahasan pada kesempatan ini sebagai berikut :
1. Dinas ESDM Prov. Jawa Tengah
• Pengelolaan air tanah menjadi rumit karena adanya pembagian kewenangan berdasarkan wilayah sungai dimana sebagian besar menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan dilaksanakan oleh Badan Geologi dengan sumber daya
manusia yang terbatas untuk menangani seluruh Indonesia
• Dinas ESDM Prov. Jawa Tengah dalam rangka pelaksanaan pendelegasian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah telah bersurat kepada Pemerintah Pusat diantaranya kepada Kementerian ATR/BPN terkait izin yg sudah terbit dari BKPM yang terkendala tata ruang, kepada Korsup KPK RI Wilayah III terkait disharmonisasi regulasi terkait pelaksanaan Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan,
• Tindaklanjut dengan Korsup KPK RI Wil. III, Gubernur Jawa Tengah telah menerbitkan Surat Edaran kepada Kepala Balai di Kementerian PU, Bupati/Walikota dan Kepala OPD di tingkat Provinsi untuk menggunakan bahan material konstruksi dari yang perusahaan yang berizin dan taat membayar pajak.

Isu dalam pengelolaan sektor EBT diantaranya :
– Perlunya analisis mengenai potensi pengembangan EBT di masing – masing provinsi serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam pengembangannya
– Diperlukan strategi pengembangan EBT yang lebih terintegrasi termasuk pembiayaan, insentif dan penyediaan infrastruktur
– Peran Pemda dalam mendorong pemanfaatan EBT di masing – masing wilayah seperti penyediaan regulasi yg mendukung investasi pengembangan infrastruktur EBT dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia
• Perlu mencontoh seperti Kementerian PU di tahun 2026 dalam sinkronisasi program dan kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sehingga tidak terjadi tumpeng tindih dalam hal penyaluran bantuan kepada
masyarakat
• Pada sektor Geologi dan Air Tanah, pentingnya data geologi yang akurat dan mutakhir dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air tanah, kemudian terkait kebencanaan (bencana geologi) terdapat kendala pemerintah daerah dalam upaya mitigasi dan antisipasi terhadap ancaman bencana yang ada karena menjadi kewenangan pemerintah pusat
• Proses perizinan air tanah yang rumit berdampak pada pengambilan air tanah secara ilegal
• Perlu adanya pemberian kebijakan fiskal dari pemerintah pusat ke daerah sehingga tercipta hubungan yang lebih baik antara pusat dan daerah
• Terkait MODI, Dinas ESDM Prov. Jawa Tengah telah bersurat ke Kementerian ESDM agar Dinas ESDM Provinsi diberikan hak akses namun sampai saat ini
belum ada tindaklanjut
2. Dinas ESDM Prov. Kalimantan Selatan
• Terdapat permasalahan yang kurang lebih hampir sama dengan daerah lain
• Sektor ESDM untuk kewenangan pertambangan dimana di Kalimantan Selatan dominan batubara, sedangkan daerah tidak punya kewenangan sehingga pengelolaan menjadi tidak optimal. Berdampak pada maraknya Pertambangan
Tanpa Izin dan keterbatasan pengetahuan dari pemerintah daerah atas keberadaan dan keberlangsungan kegiatan usaha pertambangan di wilayahnya karena menjadi kewenangan pemerintah pusat.
• IUP – IUP yang dulu pernah dicabut oleh pemerintah daerah sekarang terbit kembali dengan menggunakan nama badan usaha yang baru.

Terdapat permasalahan PETI untuk komoditas di luar kewenangan yang didelegasikan namun Dinas ESDM Provinsi tetap dipanggil sebagai saksi
• Dinas ESDM beberapa kali telah menyampaikan laporan terkait permasalahan pertambangan ke kementerian esdm tetapi tidak ada tindaklanjut
• Penyaluran bantuan sambungan listrik tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
• Sektor air tanah pada wilayah tertentu menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga terbatas, sebagai contoh memberikan bantuan pengeboran untuk pesantren
sekarang menjadi kewenangan PU tidak ada geolistrik dan kemudian tidak dapat air
• Isu UPT agar lebih baik didelegasikan ke daerah
• Dalam pertemuan APESDMPI agar dibuat kesepakatan untuk selanjutnya disampaikan ke Kementerian ESDM dan ditembuskan ke instansi – instansi lainnya

3. Dinas ESDM Prov. Sumatera Selatan
• Perlu dilakukan untuk pembaharuan susunan kepengurusan di asosiasi mengingat adanya perubahan/mutasi jabatan
• Dulu asosiasi pernah membuat rekomendasi tetapi tidak ada tindaklanjut dari pemerintah pusat sehingga dengan adanya menteri yang baru, bagaimana bisa informasi dapat sampai ke menteri terkait penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan sektor esdm. Apabila hanya sampai di tingkat dirjen dikhawatirkan akan seperti yang sebelumnya, tidak ada tindaklanjut
• Asosiasi perlu mengadakan pertemuan dengan kementerian esdm untuk mengatasi persoalan seluruh sektor esdm, agar dilaporkan juga ke gubernur dan ditindaklanjuti di tingkat gubernur sehingga suara dari daerah lebih didengar
• Selain permasalahan, tetapi prestasi dan strategi dari provinsi lain yang sudah berhasil dalam mengelola sektor esdm juga harus disampaikan sehingga dapat diadopsi oleh Provinsi yang lain
• Isu dan harapan agar ada upah pungut untuk dinas esdm terkait penerimaan pajak dari bahan galian
• Momen menteri baru dan presiden baru merupakan momen yang tepat untuk menyuarakan terkait pengelolaan di sektor esdm

4. Dinas ESDM Prov. Jawa Timur
• Mendorong rakornas di sektor pengelolaan esdm sehingga dapat mengurai permasalahan pengelolaan sektor esdm dan pertemuan asosiasi esdm di provinsi dapat digalakan
• Terdapat permasalahan pada RTRW dan RDTR yang ada di Kab./Kota untuk kegiatan usaha pertambangan

• Berdasarkan hasil perhitungan penerimaan sektor pajak mblb dari RKAB terdapat proyeksi penerimaan kurang lebih Rp 400 milyar, potensi kehilangan dari penerimaan pajak sekitar Rp 100 milyar dari adanya izin – izin yang sudah terbit
namun tidak/belum beroperasi karena adanya kendala di lapangan
• Isu utama di pengelolaan pertambangan adanya Pertambangan Tanpa Izin, melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk berizin
• Pengelolaan air tanah menjadi kewenangan pusat yang mana dikelola oleh Badan Geologi yang pada dasarnya berbasis riset sehingga diusulkan agar air tanah diberikan kewenangan di Provinsi
• Isu Strategis pada pengelolaan sektor ESDM antara lain :
– Banyaknya potensi energi baru terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih tingginya ketergantungan pembangkit listrik pada bahan bakar minyak
– Belum adanya kewenangan dalam pengawasan pada bagian hilir BBM, walaupun terdapat PKS dengan BPH Migas tetapi belum dapat secara optimal berjalan di Provinsi Jawa Timur
– Perlunya sosialisasi bagi peningkatan kesadaran masyarakat untuk pemanfaatan energi bersih untuk mewujudkan net zero emission pada tahun 2050
– Dukungan anggaran dalam pembangunan infrastruktur EBT belum maksimal di Jawa Timur

– Pejabat pengawas pertambangan yang mengampu tugas pengawasan aspek tata kelola pengusahaan pertambangan hanya dapat dijabat oleh ASN dari Kementerian ESDM RI
– Masih terdapat disparitas dalam akses energi terutama di daerah 3T Jawa Timur
– Pemungutan pajak MBLB pada kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) bertentangan ketentuan pidana pada Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020
– Pemungutan opsen sekaligus pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 membutuhkan kerja sama partisipatif antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten
5. Dinas ESDM Prov. Sulawesi Tenggara
• Potensi SDA nikel menjadi salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Tenggara, namun sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) menghadapi tantangan berat, terutama terkait penegakan hukum. Hal ini memerlukan perhatian khusus dalam menyusun standar operasional prosedur (SOP) yang cermat, guna menghindari risiko hukum yang tidak diinginkan.

• Untuk memastikan keputusan-keputusan strategis dalam pengelolaan sektor ESDM aman secara hukum, diperlukan koordinasi yang intensif dengan Jaksa Pengacara Negara di Kejaksaan Tinggi dan Biro Hukum terkait. Langkah ini merupakan upaya preventif untuk memitigasi permasalahan hukum di masa mendatang.
• Kebanggaan atas besarnya investasi yang masuk harus dibarengi dengan analisis mendalam mengenai dampaknya terhadap ekonomi lokal, termasuk pengaruh terhadap inflasi. Meskipun sektor tambang berkontribusi pada pertumbuhan
ekonomi, terdapat risiko lain, seperti alih profesi masyarakat dari petani dan nelayan ke industri tambang. Hal ini terjadi di wilayah Bangka Belitung (Babel) dan Sulawesi Tenggara, di mana Babel yang dulu tertinggi, kini mengalami penurunan
daya saing di sektor tambang. Walaupun dikenal sebagai wilayah tambang, besaran UMR di Sulawesi Tenggara hanya sekitar 2,3 juta rupiah. Pengelolaan sektor ESDM seharusnya menjadi lokomotif ekonomi, yang mendorong sektor-sektor lain ikut bergerak maju.
• Pertumbuhan sektor pertambangan yang pesat menyerap banyak tenaga kerja, tetapi hal ini tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga ahli yang memadai. Tantangan
ini memerlukan perhatian khusus agar sektor pertambangan dapat berkembang secara optimal dan berkelanjutan.
• Dalam pengelolaan minerba, penting untuk mengintegrasikan pengelolaan batubara, logam, dan bahan bakar. Keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan ini
akan memastikan bahwa sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

Direkomendasikan adanya alokasi waktu untuk audiensi dengan Menteri ESDM, bukan untuk meminta kewenangan baru, tetapi untuk menambah dukungan khususnya dari Inspektur Tambang yang dapat memperkuat pengawasan dan
implementasi kebijakan di sektor ESDM.
• Penyelesaian isu pertambangan tidak cukup hanya melalui Komisi VII dan Kementerian ESDM, tetapi memerlukan kolaborasi dengan sektor-sektor lain. Ini penting baik dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal maupun dalam upaya
peningkatan pemanfaatan SDA lainnya, agar tercipta sinergi lintas sektoral yang mampu mendukung pengembangan SDA di wilayah ini.

6. Dinas ESDM Prov. Jawa Barat
• Sektor Pertambangan : Belum adanya NSPK untuk Perpanjangan SIPB dan belum termuatnya menu Perpanjangan SIPB pada OSS, KESDM belum bisa menyusun
NSPK aspek keselamatan untuk IPR metode tambang bawah tanah dan kendala pada pendaftaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) di MODI akibat persyaratan
teknis yang belum terpenuhi.

Sektor Ketenagalistrikan: Kebutuhan untuk sosialisasi regulasi dan sertifikasi konversi kendaraan, serta penurunan biaya kepemilikan untuk meningkatkan adopsi, kewenangan daerah yang terbatas dalam pengelolaan listrik dan ketidaksesuaian regulasi dengan sistem perizinan OSS.
• Sektor Air Tanah : Keterbatasan regulasi terkait izin air tanah dan ketidakjelasan pelaksanaan kewenangan di Wilayah Sungai oleh provinsi.
• Dinas ESDM memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam mengelola sumber daya energi dan mineral daerah. Meski demikian, permasalahan yang dihadapi Dinas ESDM Jawa Barat tidak jauh berbeda dari yang dihadapi daerah lain, terutama terkait dengan regulasi yang kompleks.
• Terdapat tiga agenda utama yang perlu diperhatikan: pengelolaan kepengurusan,penyusunan rencana kegiatan, dan rencana aksi asosiasi. Pengaktifan kembali asosiasi dinas di tingkat daerah akan memperkuat posisi untuk mendorong
kebijakan yang lebih responsif dari pemerintah pusat.
• Penting untuk mengadakan audiensi dengan Menteri ESDM sebagai bentuk silaturahmi dan perkenalan, dengan harapan mendapatkan perhatian yang lebih baik terhadap permasalahan di daerah, termasuk isu pembatasan perpanjangan izin yang hanya diperbolehkan dua kali.

• Diperlukan konsolidasi khusus antara kepala bidang di dalam Dinas ESDM untuk membahas permasalahan di setiap sektor secara lebih komprehensif. Salah satu isu utama adalah ketiadaan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang memadai, terutama untuk sektor tambang bawah tanah (underground mining), yang belum tercakup oleh regulasi yang ada.
• Perlu adanya kesepakatan atas tindak lanjut dari pertemuan ini, termasuk kemungkinan penyegaran struktur kepengurusan dan penentuan agenda yang lebih
rinci mengenai isu-isu substansial agar langkah-langkah strategis dapat diatur dengan lebih detil.

7. Dinas ESDM Prov. Kepulauan Riau
• Proses persetujuan Kepala Teknik Tambang (KTT) dinilai mengganggu karena membutuhkan waktu yang lama dan prosedur yang melelahkan, sehingga memperlambat kelancaran proses perizinan.
• Dalam pengelolaan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), terdapat delegasi wewenang yang belum selesai di tingkat pusat. Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) masih tertunda dan belum mendapatkan kepastian dari pemerintah pusat.
• Terjadi disharmonisasi regulasi antar sektor, khususnya dengan sektor kelautan dan kehutanan. PP No. 26 Tahun 2023 terkait Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Laut (PKKPRL) belum disinkronkan dengan sektor kelautan(KKP), dan regulasi tersebut juga tidak selaras dengan perizinan kehutanan yang diatur dalam PPKH, yang memiliki proses cukup kompleks dan panjang.
• Belum terdapat sinkronisasi yang jelas terkait penetapan harga patokan di mulut tambang antara Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (UU HKPD) dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2021, yang memerlukan keselarasan dalam penerapannya.
• Izin terkait penggunaan air tanah harus melalui Badan Geologi, yang menambah kerumitan dalam proses perizinan di tingkat daerah.
• Jabatan fungsional, seperti pejabat pengawas, menjadi kewenangan pusat, sementara obyek pengawasannya berada di daerah, sehingga menimbulkan kendala dalam pengawasan yang efektif dan responsif di tingkat lokal.
• Hingga kini, belum terdapat jabatan fungsional khusus di sektor energi yang dapat menangani pengawasan dan pengelolaan terkait sektor ini, yang saat ini hanya
mengandalkan Sertifikat Kompetensi (Serkom).
• Hingga saat ini, masih terdapat sekitar 50 pulau di Kepulauan Riau yang belum teraliri listrik. Selain itu, masyarakat di wilayah ini juga tidak diizinkan untuk
membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, sehingga membatasi akses energi bagi masyarakat setempat.

8. Dinas ESDM Prov. Kalimantan Tengah
• Tantangan dan permasalahan di sektor ESDM yang dihadapi oleh Kalimantan Tengah serupa dengan yang dialami di daerah lain, khususnya terkait kompleksitas regulasi dan koordinasi lintas sektor yang masih perlu diperbaiki.
• Penambangan ilegal (illegal mining) menjadi salah satu isu utama dalam pengelolaan sektor pertambangan di Kalimantan Tengah. Aktivitas ini tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan tetapi juga mengurangi pendapatan daerah
karena kegiatan tersebut berada di luar kendali pengawasan dan regulasi resmi.
• Proses pengusulan dan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) masih berlangsung dan memerlukan dukungan dari pemerintah pusat untuk mempercepat proses tersebut. Keberadaan WPR diharapkan dapat menjadi solusi atas
permasalahan penambangan ilegal dengan menyediakan kawasan legal bagi kegiatan pertambangan rakyat.

9. Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Prov. Jawa Tengah
• Disarankan agar segera dibentuk kepengurusan baru untuk memperkuat pengelolaan dan koordinasi.
• Asta Cita mencakup upaya kemandirian dalam sektor pangan, energi, dan air, yang sebagian besar tanggung jawabnya berada di bawah Dinas ESDM. Implementasi
program ini penting untuk menegaskan eksistensi Dinas ESDM, dan harusdijelaskan dalam audiensi mengenai langkah-langkah untuk mencapai kemandirian
energi dan air.
• Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengingatkan bahwa esensi dari kedaulatan energi adalah pengembalian manfaat energi kepada rakyat. Pesan ini disampaikan kepada wali kota dan gubernur dalam pertemuan di Sentul dan sejalan dengan tujuan pembangunan energi berkelanjutan di daerah.
• Mekanisme dan manfaat hilirisasi generasi kedua dan ketiga perlu diperjelas agar daerah dapat lebih optimal dalam memperoleh manfaat dari rantai nilai hilirisasi industri, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan lokal.
• Pemerintah Pusat akan meninjau kembali industri pengolahan mineral dari kementerian perindustrian
• Direncanakan adanya evaluasi terhadap industri pengolahan mineral untuk memastikan kontribusinya dalam pembangunan daerah serta kepatuhannya terhadap kebijakan hilirisasi yang diterapkan pemerintah pusat.
• Pengelolaan air tanah dianggap rumit dan memerlukan kajian mendalam, termasuk terkait opsen pajak. Kekacauan dalam pengelolaan perizinan air tanah bisa mengulang kegagalan pada pelimpahan kewenangan perizinan minerba. Pelaku usaha juga mengeluhkan kompleksitas pengurusan izin di pusat.

* Pemerintah kabupaten memiliki potensi pajak yang signifikan dari sektor listrik dan PBBKB. Pengaturan ini menjadi bagian penting dalam UU HKPD dan harus
dioptimalkan sebagai sumber pendapatan daerah.
• Menaikkan HET LPG adalah langkah yang kompleks dan kontroversial. Meski ada tantangan dari masyarakat, perbaikan sistem distribusi perlu dilakukan untuk
memastikan distribusi yang lebih efisien.
• Diperlukan penyelesaian terkait peraturan pemerintah tentang air tanah dan penetapan opsen pajak untuk MBLB serta pajak air tanah, dengan target yang jelas untuk pendapatan daerah.
• Audiensi dengan Menteri perlu difokuskan pada diskusi teknis terkait proses pemberian izin, bukan sekadar masalah kewenangan, agar regulasi dapat berjalan lebih efisien.
• Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota harus dicermati dengan saksama karena ini merupakan persyaratan dasar dalam proses perizinan di
berbagai sektor.
• Kementerian PAN/RB belum mengatur jabatan fungsional (jabfung) untuk DinasESDM di daerah. Diperlukan perhatian agar jabatan ini segera tersedia untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan dan teknis lainnya dilapangan. Saat ini menjadi momentum yang baik karena Menteri ESDM terbuka untuk berdiskusi, sehingga kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk menyampaikan
masukan terkait teknis dan regulasi.
• Permasalahan internal dalam koordinasi dan komunikasi di Kementerian ESDM berdampak pada efektivitas kerja sama dengan daerah. Perbaikan di bidang ini akan mendukung pelaksanaan kebijakan secara lebih efektif di tingkat daerah.
• Diharapkan peran aktif dari Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) untuk menangani aktivitas penambangan ilegal yang menjadi salah satu tantangan utama di sektor pertambangan.
• Diharapkan segera membentuk kepengurusan baru untuk meningkatkan sinergi antar dinas dalam mengelola tantangan yang ada di sektor energi dan mineral.

C. Kesimpulan
1. Perlu dirumuskan kebijakan yang komprehensif dan lebih detil mengenai isu permasalahan pengelolaan sektor esdm melalui koordinasi di tingkat kepala bidang.
2. Pertambangan Tanpa Izin menjadi isu permasalahan yang dihadapi oleh Dinas ESDM di seluruh wilayah
3. Perlunya penyegaran atau suksesi kepengurusan di APESDMPI
4. Daerah melalui Asosiasi agar mendorong Pemerintah Pusat untuk menuntaskan Peraturan Pemerintah tentang Pengolaan air Tanah disamping itu mengusulkan untuk usulan opsen pajak untuk air tanah seperti opsen pajak MBLB
5. Agar dijadwalkan audiensi dengan Menteri ESDM untuk membahas isu – isu strategis di pengelolaan sektor ESDM dengan agenda utama membahas terkait Asta Cita dimana
salah satunya target capaiannya adalah kemandirian bangsa melalui swasembada energi, air dan ekonomi hijau sesuai dengan tupoksi dari sektor ESDM disamping isu –
isu strategis lainnya.

Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *